Kapan Persepak Bolaan Indonesia Bisa Maju? Begitu besar harapan warga Bangsa ini terhadap persepakbolaan Indonesia :
Ketika PSSI dipimpun Nurdin Halid, karut marut persepakbolaan begitu kentara. Hujatan demi hujatan terus mengalir. Kompetisi dituding hanyalah permainan dengan penuh “sogokan” yang diatur oleh mafia judi. Sepakbola jadi permainan politik. Suara masyarakat seperti kompak berseru, mundur Nurdin Halid. Sepertinya hanya dengan cara itu untuk memperbaiki persepakbolaan Indonesia. Akhirnya, lewat serangkaian konggres yang penuh dengan ketegangan, Nurdin Haild pun berhasil dilengserkan dan diganti Djohar Arifin Husin.Dengan pergantian Ketua Umum PSSI, publik sepakbola maupun kita masyarakat Indonesia pun berharap, sepakbola akan lebih maju, kompetisi berjalan dengan fair, dan para pemain pun lebih konsentrasi berlatih dan bermain sehingga muncul pemain-pemain muda berbakat. Namun apa yang terjadi? Kita seperti tak memiliki harapan apa pun terhadap sepakbola kita.
Bersyukur kita masih memiliki “oknum-oknum” pelatih yang baik, seperti Rahmad Darmawan yang ketika melatih Timnas Usia -23, begitu disegani dan dihormati para pemain sehingga bisa membawa hasil yang membanggakan dalam event SEA Games baru-baru ini. Namun selebihnya, wajah persepakbolaan Indonesia di era Djohar Arifin tak beda jauh dari era Nurdin Halid, kacau dan karut marut.Kini yang terbaru, konflik tentang kompetisi yang sah dan diakui PSSI seperti tak menemukan jalan keluar terbaik.
Pengurus PSSI dibawah Djohar Arifin Husen masih kedodoran mencari jalan keluar untuk menyatukan kompetisi seperti dikehendaki PSSI. Kompetisi Liga Super Indonesia (ISL) terus berjalan dengan tenangnya, sementara kompetisi Liga Primer Indonesia (IPL) yang diklaim sebagai kompetisi sah milik PSSI jadwalnya saja terus diundur. Ancaman dan gertakan PSSI untuk tidak mengakui dan mengancam para pemain yang nekad bermain di ISL hanya dianggap angin lalu.
Ada banyak faktor yang menyebabkan karut marut ini terjadi, baik karena faktor intern PSSI maupun faktor luar PSSI. Faktor intern antara lain karena kelambanan para pengurus PSSI dalam menyiapkan jadwal dan peraturan kompetisi. Ini akhirnya dimanfaatkan orang-orang “lawan” Djohar Arifin untuk menggelar kompetisi di luar PSSI dengan segala dalih dan argumentasinya.
Jangankan orang awam, para pengurus dan mantan pengurus PSSI pun dibuat pusing akan masalah ini. Mereka masih silang pendapat. Mereka bisanya Cuma berdalih, adu argumentasi untuk mempertahankan pendapatnya. Mereka merasa paling benar, paling berhak untuk menggelar kompetisi dan ujung-ujungnya membuat public sepakbola bingung seperti sekarang ini.Kesimpulannya, para pihak yang selama ini berkecimpung di sepakbola hanyalah mencari sesuatu untuk kepentingan kelompok dan masing-masing. Sepakbola kita telah dimasuki kepentingan politik, sehingga jadinya seperti sekarang ini.
Wajah persepakbolaan Indonesia sesungguhnya hanya mencerminkan wajah Bangsa ini yang memang lebih senang dengan ketidakberesan dan karut marut, seperti bidang kehidupan lain, baik sosial kemasyarakatan, hukum maupun perpolitikan. Masih adakah bidang kehidupan yang dikelola secara tulus, lurus, benar dan mengutamakan kepentingan nasional, kepentingan orang banyak? Jangankan untuk untuk urusan “duniawi”, urusan “akhirat” pun seperti ibadah haji, masih saja bisa dirasuki unsur-unsur jahat korupsi, nepotisme yang ujung-ujungnya demi kepentingan individu, kelompok tertentu.
Akhirnya kita hanya bisa berharap, para pemegang amanah, para pimpinan pengurus sepakbola mau bertobat agar sepakbola kembali bisa dikelola dengan lurus dan benar. Kalau perlu kembali digelar rembug nasional atau mekanisme organisasi, apa pun namanya dengan maksud membenahi persepakbolaan Indonesia agar lebih baik. Semoga.
Lalu kapan Persepak Bolaan Indonesia Ini bisa menembus ajang Kompetisi internasional? Saya Cuma Bisa Berharap Persepak Bolaan Indonesia Bisa Maju dan Lebih Baik Lagi Dari segi Apapun.
- Bisa maju dan mengharumkan nama indonesia ke tingkat sepak Bola dunia.
- Kompetisi yang teratur.
- Bersih dari mafia.
- Bisa berlaga di kompetisi Internasional dengan hasil membanggakan.
Ketika PSSI dipimpun Nurdin Halid, karut marut persepakbolaan begitu kentara. Hujatan demi hujatan terus mengalir. Kompetisi dituding hanyalah permainan dengan penuh “sogokan” yang diatur oleh mafia judi. Sepakbola jadi permainan politik. Suara masyarakat seperti kompak berseru, mundur Nurdin Halid. Sepertinya hanya dengan cara itu untuk memperbaiki persepakbolaan Indonesia. Akhirnya, lewat serangkaian konggres yang penuh dengan ketegangan, Nurdin Haild pun berhasil dilengserkan dan diganti Djohar Arifin Husin.Dengan pergantian Ketua Umum PSSI, publik sepakbola maupun kita masyarakat Indonesia pun berharap, sepakbola akan lebih maju, kompetisi berjalan dengan fair, dan para pemain pun lebih konsentrasi berlatih dan bermain sehingga muncul pemain-pemain muda berbakat. Namun apa yang terjadi? Kita seperti tak memiliki harapan apa pun terhadap sepakbola kita.
Bersyukur kita masih memiliki “oknum-oknum” pelatih yang baik, seperti Rahmad Darmawan yang ketika melatih Timnas Usia -23, begitu disegani dan dihormati para pemain sehingga bisa membawa hasil yang membanggakan dalam event SEA Games baru-baru ini. Namun selebihnya, wajah persepakbolaan Indonesia di era Djohar Arifin tak beda jauh dari era Nurdin Halid, kacau dan karut marut.Kini yang terbaru, konflik tentang kompetisi yang sah dan diakui PSSI seperti tak menemukan jalan keluar terbaik.
Pengurus PSSI dibawah Djohar Arifin Husen masih kedodoran mencari jalan keluar untuk menyatukan kompetisi seperti dikehendaki PSSI. Kompetisi Liga Super Indonesia (ISL) terus berjalan dengan tenangnya, sementara kompetisi Liga Primer Indonesia (IPL) yang diklaim sebagai kompetisi sah milik PSSI jadwalnya saja terus diundur. Ancaman dan gertakan PSSI untuk tidak mengakui dan mengancam para pemain yang nekad bermain di ISL hanya dianggap angin lalu.
Ada banyak faktor yang menyebabkan karut marut ini terjadi, baik karena faktor intern PSSI maupun faktor luar PSSI. Faktor intern antara lain karena kelambanan para pengurus PSSI dalam menyiapkan jadwal dan peraturan kompetisi. Ini akhirnya dimanfaatkan orang-orang “lawan” Djohar Arifin untuk menggelar kompetisi di luar PSSI dengan segala dalih dan argumentasinya.
Jangankan orang awam, para pengurus dan mantan pengurus PSSI pun dibuat pusing akan masalah ini. Mereka masih silang pendapat. Mereka bisanya Cuma berdalih, adu argumentasi untuk mempertahankan pendapatnya. Mereka merasa paling benar, paling berhak untuk menggelar kompetisi dan ujung-ujungnya membuat public sepakbola bingung seperti sekarang ini.Kesimpulannya, para pihak yang selama ini berkecimpung di sepakbola hanyalah mencari sesuatu untuk kepentingan kelompok dan masing-masing. Sepakbola kita telah dimasuki kepentingan politik, sehingga jadinya seperti sekarang ini.
Inilah Indonesia.
Wajah persepakbolaan Indonesia sesungguhnya hanya mencerminkan wajah Bangsa ini yang memang lebih senang dengan ketidakberesan dan karut marut, seperti bidang kehidupan lain, baik sosial kemasyarakatan, hukum maupun perpolitikan. Masih adakah bidang kehidupan yang dikelola secara tulus, lurus, benar dan mengutamakan kepentingan nasional, kepentingan orang banyak? Jangankan untuk untuk urusan “duniawi”, urusan “akhirat” pun seperti ibadah haji, masih saja bisa dirasuki unsur-unsur jahat korupsi, nepotisme yang ujung-ujungnya demi kepentingan individu, kelompok tertentu.
Akhirnya kita hanya bisa berharap, para pemegang amanah, para pimpinan pengurus sepakbola mau bertobat agar sepakbola kembali bisa dikelola dengan lurus dan benar. Kalau perlu kembali digelar rembug nasional atau mekanisme organisasi, apa pun namanya dengan maksud membenahi persepakbolaan Indonesia agar lebih baik. Semoga.
Referensi : Memoarema.com
Lalu kapan Persepak Bolaan Indonesia Ini bisa menembus ajang Kompetisi internasional? Saya Cuma Bisa Berharap Persepak Bolaan Indonesia Bisa Maju dan Lebih Baik Lagi Dari segi Apapun.
إرسال تعليق
Hallo sobat..Kami Senang! Apabila Anda mau meninggalkan Saran, kritik dan Opini tentang Artikel Blog Kami.